Lompat ke konten
Home » Jangan Menunda Membayar Zakat, Ingat Kisah Tsa’labah Dalam Al Qur’an 

Jangan Menunda Membayar Zakat, Ingat Kisah Tsa’labah Dalam Al Qur’an 

LAZISKU.ID – SALAH satu kewajiban bagi setiap muslim adalah membayar zakat, meski ada yang berbeda dalam pengurutannya dalam Rukun Islam, apakah yang ketiga atau keempat. Tapi semua ulama sepakat, bahwa zakat merupakan salah satu dari lima Rukun Islam.

Berbeda dengan zakat fitrah, pembayaran zakat mal merupakan kewajiban setiap saat, segera ketika sudah mencapai nishab, dalam kurun waktu setahun. Terkecuali untuk zakat pertanian, pada saat panen jika jumlahnya mencapai nishab maka langsung wajib membayar zakat.

Ketika sudah tiba masanya membayar zakat, maka kita tidak boleh menunda-nunda lagi, agar tidak menyesal di kemudian hari. Allah SWT memberi contoh bagaimana orang yang menunda-nunda pembayaran zakat dalam Al Qur’an, surat At Taubah ayat 75-78, sebagai berikut:

٧٥ – وَمِنْهُمْ مَّنْ عَاهَدَ اللّٰهَ لَئِنْ اٰتٰٮنَا مِنْ فَضْلِهٖ لَـنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُوْنَنَّ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ

٧٦ – فَلَمَّاۤ اٰتٰٮهُمْ مِّنْ فَضْلِهٖ بَخِلُوْا بِهٖ وَتَوَلَّوْا وَّهُمْ مُّعْرِضُوْنَ

٧٧ – فَاَ عْقَبَهُمْ نِفَا قًا فِيْ قُلُوْبِهِمْ اِلٰى يَوْمِ يَلْقَوْنَهٗ بِمَاۤ اَخْلَفُوا اللّٰهَ مَا وَعَدُوْهُ وَبِمَا كَا نُوْا يَكْذِبُوْنَ

٧٨ – اَلَمْ يَعْلَمُوْۤا اَنَّ اللّٰهَ يَعْلَمُ سِرَّهُمْ وَنَجْوٰٮهُمْ وَاَ نَّ اللّٰهَ عَلَّا مُ الْغُيُوْبِ 

75 – Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah, “Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia­-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh.

76 – Maka setelah Allah memberi­kan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).

77 – Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena mereka selalu berdusta. 

78 – Tidakkah mereka tahu bahwasanya Allah mengetahui rahasia dan bisikan mereka, dan bahwasanya Allah amat mengetahui segala yang gaib?

Dalam Tafsir Ibnu Katsir yang ditulis Syekh Imam Al-Hafiz, Imaduddin Abul Fida Ismail ibnul Khatib Abu Hafs Umar ibnu Katsir, menyebutkan bahwa kebanyakan ulama tafsir, antara lain Ibnu Abbas dan Al-Hasan Al-Basri, berpendapat bahwa ayat yang tersebut diturunkan berkenaan dengan sikap Tsa’labah ibnu Hatib Al-Ansari.

Awalnya miskin minta didoakan supaya kaya

Disebutkan dalam kitab tafsir tersebut, tentang hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Jarir, Tsa’labah ibnu Hatib Al Ansari meminta Rasulullah SAW mendoakan dirinya.

“Doakanlah kepada Allah, semoga Dia memberiku rezeki harta benda,” pinta Tsa’labah.

Rasulullah SAW bersabda, “Celakalah kamu, hai Tsa’labah. Sedikit rezeki yang engkau tunaikan syukurnya adalah lebih baik daripada rezeki banyak yang kamu tidak mampu mensyukurinya.”

Kemudian di lain kesempatan Ta’labah memohon lagi. Maka Rasul Shalallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Tidakkah kamu puas bila kamu meniru jejak Nabi Allah? Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, seandainya aku menghendaki agar gunung-gunung itu berubah menjadi emas dan perak untukku, niscaya akan berubah menjadi emas dan perak.”

Tsa’labah berkata, ”Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, jika engkau berdoa kepada Allah dan Allah memberiku rezeki harta yang banyak, sungguh aku akan memberikan kepada orang yang berhak bagiannya masing-masing.” 

Maka Rasulullah SAW berdoa, “Ya Allah, berilah Tsa’labah rezeki harta yang banyak.”

Tsa’labah mengambil seekor kambing betina, maka kambing itu berkembang dengan cepat seperti berkembangnya ulat, sehingga kota Madinah penuh sesak dengan kambingnya.

Lalu Tsa’labah ke luar dari kota Madinah dan tinggal di sebuah lembah yang ada di pinggiran kota Madinah, sehingga ia hanya dapat menunaikan salat berjamaah pada salat Dzuhur dan Asar saja, sedangkan salat-salat lainnya tidak.

Kemudian ternak kambingnya berkembang terus hingga makin bertambah banyak, lalu ia menjauh lagi dari Madinah, sehingga tidak pernah salat berjamaah lagi kecuali hanya salat Jumat.

Ilustrasi harta Tsa’labah yang awalnya hanya kambing betina yang dengan cepat berkembang biak.

Lama-kelamaan kambingnya terus bertambah banyak dan ber­kembang dengan cepat sebagaimana ulat berkembang, akhirnya salat Jumat pun ia tinggalkan. Dan ia hanya dapat menghadang para pe­ngendara di hari Jumat untuk menanyakan kepada mereka tentang berita Madinah.

Maka Rasulullah SAW bersabda, “Apakah yang telah dilakukan oleh Ta’labah?”

Mereka menjawab, “Wahai Rasulullah, dia telah memelihara ternak kambing, hingga kota Madinah penuh dengan ternaknya.”

Lalu diceritakan kepada Nabi Muhamad SAW semua yang dialami oleh Tsa’labah. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Celakalah Tsa’labah, celakalah Tsa’labah, celakalah Tsa’labah.”

Turunnya ayat yang memerintahkan membayar zakat

Dan Allah SWT menurunkan firman-Nya, surat At Taubah ayat 103:

خُذْ مِنْ اَمْوَا لِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَا للّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

“Ambillah zakat dari harta mereka guna membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”

Ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan fardu zakat.

Maka Rasulullah SAW mengirimkan dua orang lelaki untuk me­mungut zakat dari kaum muslim, yang seorang dari kalangan Juhainah, sedangkan yang lainnya dari kalangan Salim. 

Kemudian Rasulullah SAW menyerahkan sepucuk surat kepada keduanya yang di dalamnya tertera bagaimana caranya memungut zakat harta dari kaum muslim. Rasulullah SAW berpesan kepada keduanya, “Mampirlah kalian berdua kepada Tsa’labah dan Fulan -seorang lelaki dari kalangan Bani Salim- dan ambillah zakat dari keduanya.”

Kedua utusan itu berangkat hingga keduanya sampai di rumah Tsa’labah, lalu keduanya meminta zakat dari Tsa’labah seraya mem­bacakan surat Rasulullah SAW kepadanya. Tetapi Tsa’labah menjawab, “Ini tiada lain sama dengan jizyah (upeti), ini tiada lain sejenis dengan jizyah, saya tidak mengerti apa-apaan ini? Sekarang pergilah dahulu kalian berdua hingga selesai dari tugas kalian, lalu kembalilah kalian kepadaku.”

Kedua utusan itu pergi melanjutkan tugasnya, dan ketika orang dari Bani Salim yang dituju oleh keduanya mendengar kedatangan keduanya, maka ia memeriksa ternak untanya yang paling unggul, lalu ia pisahkan dari yang lainnya untuk zakat. Setelah itu ia datang menyambut kedatangan keduanya seraya membawa ternak pilihannya itu.

Ketika kedua utusan itu melihat ternak unggul itu, mereka berdua berkata, “Kamu tidak diwajibkan memberikan yang jenis ini, dan kami tidak bermaksud mengambil jenis ini darimu.” 

Lelaki dari Bani Salim itu menjawab, “Memang benar, tetapi ambillah ini, karena sesungguhnya saya berikan ini dengan sukarela, dan sesungguhnya saya telah mem­persiapkannya untuk zakat.”

Maka kedua utusan itu terpaksa menerimanya, lalu pergi melanjut­kan tugasnya memungut zakat dari kaum muslim. Setelah selesai, keduanya kembali kepada Tsa’labah, dan Tsa’labah berkata, “Perlihatkanlah kepadaku surat kalian berdua.” 

Lalu Tsa’labah membacanya, sesudahnya ia berkata, “Ini tiada lain sama dengan jizyah, ini adalah sejenis jizyah. Pergilah kalian berdua, nanti aku akan berpikir terlebih dahulu.”

Keduanya pergi, kemudian langsung menghadap Nabi Muhammad SAW. 

Ketika Nabi Muhammad SAW melihat keduanya, maka beliau bersabda, “Celakalah Tsa’labah.”

Padahal keduanya belum bercerita kepadanya. Lalu Nabi Muhammad SAW mendoa­kan keberkahan untuk lelaki dari kalangan Bani Salim (yang telah menunaikan zakatnya itu). 

Kemudian keduanya menceritakan kepada Nabi Muhammad SAW tentang apa yang dilakukan oleh Tsa’labah dan apa yang dilakukan oleh lelaki dan Bani Salim. 

Dan Allah SWT kemudian menurunkan surat At Taubah ayat 75, sebagaimana sudah disebutkan di atas.

Pembayaran zakatnya ditolak Rasulullah, Abu Bakar, Umar dan Utsman

Saat itu di hadapan Rasulullah SAW terdapat seorang lelaki dari kalangan kerabat Tsa’labah dan ia mendengar tentang hal tersebut. Maka ia pergi dan mendatangi Tsa’labah, lalu berkata kepadanya, “Celakalah engkau, hai Tsa’labah, sesungguhnya Allah SWT telah menurunkan wahyu anu dan anu mengenai dirimu.”

Maka dengan serta merta Tsa’labah berangkat hingga sampai kepada Nabi Muhammad SAW, lalu meminta kepada Nabi Muhammad SAW agar mau menerima zakat­nya. 

Tetapi Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah telah melarangku untuk menerima zakat darimu.”

Maka Tsa’labah meraupkan debu ke kepalanya (sebagai ungkapan penye­salannya). Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Ini adalah balasan amal perbuatanmu. Aku telah memerintah­kannya kepadamu, tetapi kamu tidak menaatinya.”

Setelah Rasulullah SAW menolak zakatnya, maka Tsa’labah kembali ke rumah­nya, dan Rasulullah SAW wafat tanpa menerima suatu zakat pun darinya.

Kemudian Tsa’labah datang kepada Abu Bakar ra ketika menjadi khalifah, lalu berkata kepadanya, “Sesungguhnya engkau telah menge­tahui kedudukanku di sisi Rasulullah SAW dan kedudukanku di kalangan orang-orang Ansar, maka terimalah zakatku ini.”

Abu Bakar berkata, “Rasulullah SAW tidak mau menerimanya darimu (lalu bagaimana aku mau menerimanya darimu).” 

Abu Bakar ra menolak dan tidak mau menerimanya. Dan Abu Bakar wafat tanpa mau menerima zakat darinya.

Ketika Umar bin Khathab ra menjadi khalifah, Tsa’labah datang kepadanya dan berkata, “Wahai Amirul Mu’minin, terimalah zakatku ini.”

Tetapi Umar ra , “Rasulullah SAW tidak mau menerimanya, demi­kian pula Abu Bakar. Lalu bagaimana aku dapat menerimanya?”

Khalifah Umar bin Khathab ra wafat tanpa mau menerima zakatnya.

Dan di saat Utsman bin Affan ra menjabat sebagai khalifah, Tsa’labah datang kepadanya dan berkata, “Terimalah zakatku ini.”

Khalifah Utsman menjawab, “Rasulullah SAW tidak mau menerimanya, begitu pula Abu Bakar dan Umar, maka mana mungkin aku dapat menerimanya darimu?” 

Khalifah Usman tidak mau menerima zakatnya pula, dan akhirnya Tsa’labah mati di masa pemerintahan Khalifah Usman.

Kisah tersebut tak menjelaskan bagaimana status keislaman Tsa’labah, tapi penolakan Rasulullah SAW terhadap zakat yang dibayarkan Tsa’labah, yang diikuti sikap serupa dari Abu Bakar, Umar dan Utsman saat menjabat Khalifah, menunjukkan keengganan membayar zakat merupakan persoalan yang sangat serius. Ada batas waktu kapan zakat tersebut bisa diterima, apabila sudah terlewat akan dikategorikan tidak mau membayar zakat.

Pelajaran bagi kita, untuk menilai jumlah harta masing-masing. Apabila sudah wajib dibayarkan zakatnya, segeralah dibayarkan, jangan lagi ditunda-tunda. Allah SWT Maha Mengetahui, apa yang ada di hati semua manusia, sebenarnya mau atau tidak untuk membayar zakat. Wallahu a’lam bish shawab. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *